Renovasi Otak
Sebagai organisasi yang bergerak dibidang Jurnalistik, memiliki produk jurnalistik menjadi sebuah kewajiban. Begitu pula dengan Himpunan Mahasiswa Jurnalistik dan Fotografi (HMJF) Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama). Bagi kami, menerbitkan produk jurnalistik adalah sebuah keharusan demi sebuah aktualisasi HMJF di mata publik, khususnya Civitas Akademika Unikama.
Adalah Swarahasta, nama produk jurnalistik milik kami. Dalam program kerja kepengurusan, penerbitan majalah swarahasta menjadi program kerja besar yang senantiasa nangkring di jajaran program kerja HMJF lainnya tiap tahunnya. Meskipun masuk dalam program kerja kami, hampir setiap tahun majalah Swarahasta memiliki problematika yang sama yakni pendanaan untuk percetakan. Dua kali periode sebelumnya berturut-turut kami gagal menerbitkan karena kendala keuangan. Namun tahun ini kami berhasil memperjuangkan pendanaan percetakan ke lembaga.
Berawal dari semangat itu, kami anggota HMJF bersemangat mengerjakan majalah Swarahasta. Terhitung mulai bulan juni kami memulai perjalanan redaksional penerbitan majalah Swarahasta. Rapat pertama di awali dengan penentuan tema besar yang akan kami angkat. Beberapa anggota menggulirkan beberapa tema untuk diangkat. Perdebatan sengit terjadi di rapat perdana pembahasan tema.
Melalui beberapa pertimbangan, mulai dari jumlah konten yang bisa di break down, akses pencarian narasumber serta isu hangat yang sedang tren akhir-akhir ini. Akhirnya kami menyepakati mengangkat tema “Renovasi Otak”. Tema ini menjadi penting mengingat beberapa konten yang diangkat di tema ini sangat fenomenal dan akrab disekitar kita. Renovasi Otak sendiri bermula dari gagasan atas manusia dengan segala pola pikirnya yang makin tahun makin bergeser nilainya. Sebagai contoh sederhana saja tentang fenomena hoax, dimana karena lemahnya daya baca manusia sekarang ini menjadi sasaran empuk pelaku-pelaku penyebar konten hoax. Secara mudah pula kita menelannya dengan mentah-mentah tanpa ada pemikiran lebih lanjut. Dari contoh itu, kami sadar bahwa harus ada sebuah media yang mampu memberikan sudut pandang itu kepada pembaca nantinya sehingga harapannya dengan adanya majalah Swarahasta mampu membuat pembacanya menjadi pintar, menjadi aware terhadap sekitar,serta mampu merenovasi pemikiran-pemikiran yang salah disekitarnya.
Setelah rapat, kami mulai mengumpulkan bahan dan melakukan wawancara untuk kebutuhan data. Karena prosesnya cukup panjang dan tidak berjalan mulus, beberapa kali proses pengerjaan menjadi tersendat. Pada awalnya, beberapa anggota yang belum memahami indepth reporting menjadi problem yang dihadapi ketika pengerjaan.
Yang paling menyedihkan adalah ketika menghadapi liburan semester. Semester genap di Unikama memiliki durasi liburan cukup panjang, tak tanggung-tanggung selama empat bulan. Liburan menjadi batu sandungan terbesar dimana anggota HMJF yang mayoritas warga pendatang pulang ke kampung halamannya masing-masing. Dengan pulangnya anggota, tanggung jawab pengerjaan karya pun menjadi kedodoran. Koordinator Liputan yang menjadi alarm bagi anggota untuk Mengingatkan tugas peliputan pun melempem. Ratusan kali mencoba chat hanya berlalu begitu saja.
Banyaknya anggota yang mangkir dari tugasnya pada akhirnya membuat ketua pelaksana, ahmad bahrul ulum menjadi frustasi berat. Pasca koordinasi hasil liputan yang kedua kalinya ia sedikit demi sedikit msngurangi intensitasnya ke sekret. Hingga pada suatu ketika, ia benar-benar hilang. Beberapa anggota yang juga menjabat sebagai pengurus mencoba membujuknya untuk kembali menunaikan tanggung jawabnya. Mulai dari chat hingga telepon pun tak pernah ia gubris.
Hingga pada akhirnya, setelah melalui proses negosiasi yang cukup panjang, ketupel kembali melaksanakan tanggung jawabnya. Dengan bermodal anggota seadanya, Swarahasta digarap dengan penuh perjuangan. Selain pengkarya yang mangkir, layouter yang bertugas menata perwajahanpun hilang dari peredaran.
Dengan rekan seadanya, swarahasta dikejar menuju percetakan. Mau tidak mau majalah Swarahasta harus terbit tahun ini. Hampir satu minggu penuh tim berkumpul di sekretariat untuk bahu membahu mengerjakan. Di bantu DPO, Imam Ghozali dalam layouting dan pembuatan karikatur. Tim yang haya tersisa ulum, eka, dini, hosniyah, mutis dan alvied berusaha segenap tenaga menambal tugas-tugas panitia yang hilang.
Terhitung dua minggu sebelum pelaksanaan P3T, majalah sudah berhasil naik cetak dengan jumlah cetakan seribu eksemplar. Kami sangat bahagia karena sudah membuktikan bahwa kami bisa menyelesaikannya. Namun kembali lagi permasalahan terjadi, hasil cetakan tak sesuai dengan harapan. Tapi dalam benak kami, yang terpenting adalah kualitas karyanya bukan kualitas cetakannya.