KARYA JURNALISTIK HUNTING BESAR 2015 “HIKAYAT TANAH GARAM”

Kurangnya Kesejahteraan Buruh Petani Garam

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki banyak sumber daya alam yang beraneka ragam karena mayoritas penduduknya bermata pencaharian petani. Salah satunya adalah petani garam yang berada di pulau Madura tepat di Kabupaten Sampang, Desa Pengarengan. Sebagian besar masyarakat di desa tersebut hanya bergantung dari hasil bertani garam, karena menurut beberapa narasumber yang ditemui oleh tim wawancara HMJF tidak ada pekerjaan lain selain menjadi petani garam. “Selama ini tidak ada pekerjaan lain mbak di Desa ini selain menjadi buruh tani garam, karena kita rata-rata pendidikannya cuma sampai Sekolah Dasar (SD)”, ungkap Subaidi (56) dengan logat maduranya (22/8).

Kesejahteraan yang dialami petani garam tersebut sangat kurang, selain karena upah rendah perubahan musimpun juga menjadi hambatan bagi para petani. Seperti musim hujan ladang garam tidak bisa digunakan. Walaupun hasil ladang garam selama musim hujan dirubah menjadi sebuah tambak ikan. Sedangkan untuk harga garam sendiripun saat ini relatif rendah, karena mulai tahun 2011 pemerintah telah menetapkan harga garam yaitu, kualitas satu (k1) Rp 750 per kg dan garam kualitas dua (k2) Rp 550 per kg. “Selain penghasilan yang kita dapat kecil mbak, kalau musim hujan ladangnya itu tidak bisa digunakan. Jadi kami rubah menjadi tambak ikan, biar tetep dapat rejeki mbak,” tutur Abu Hayat (45) laki-laki asal Sampang tersebut.

Namun, sejak tahun 2011 menurut keterangan H. Mashuri (47) pemilik lahan garam di Desa Pengarengan tersebut, mengatakan bahwa buruh tani garam milik warga kurang sejahtera karena upah yang rendah, yaitu Rp. 600.000,- tiap enam bulan sekali. Sedangkan upah di PT. Garam Rp. 575.000,- per minggu, hal tersebut berbeda jauh, karena selain pengolahan yang berbeda hasilannya pun lebih banyak daripada garam milik warga sehingga berdampak pada kehidupan buruh tani. Meskipun demikian menjadi buruh tani merupakan pilihan satu-satunya untuk menyambung hidup meskipun pendapatan tidak menentu dan tidak sebanding dengan kebutuhan sehari-hari.

Selain itu, kesejahteraan petani garam yang masih kurang juga disebabkan karena penghasilan tidak sesuai dengan apa yang telah mereka keluarkan. Sebab, garam yang mereka produksi harganya sangat rendah yaitu sekitar Rp. 350,- per kg, sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan lebih dari itu. Padahal kebutuhan garam dalam negeri yang saat ini mencapai 2,7 juta ton pertahun, baru bisa dipenuhi produk lokal sekitar 40% atau 1,3 ton.

Untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan para buruh tani garam meminta pemerintah memberlakukan bea masuk impor terhadap garam. Agar harga garam dapat ditingkatkan menjadi Rp.700.000,- perkilogram (red Tim liputan sub) (25/9). Namun nasib buruh tani garam di Tanah Air sering diabaikan, dan dianggap tidak sepenting garam yang dihasilkannya. Pasalnya menjadi buruh tani tidak gampang, jadi meningkatkan harga jual garam sangatlah penting karena agar dapat membantu perekonomian dan kesejahteraan para buruh tani. (Indar_HMJF)

About the Author: hmjfunikama

HMJF merupakan salah satu UKM yang ada di Universitas Kanjuruhan Malang. Berdiri sejak 10 Juni 1989. HMJF berkecimpung dibidang Fotografi dan Jurnalistik. Sebuah tempat untuk membentuk karkater, kepribadian dan pengembangan bakat, minat, serta kreativitas.

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *