Jejak Kopi Dampit
Mengawali hari esok memang sesuatu yang sudah biasa, tapi tanpa kita sadari ada cerita yang belum sempat diabadikan. Melalui kopi sedikit banyak ada beberapa momen yang mungkin bisa kita potret. Waktu berlalu tetapi sejarah tentangnya tak akan hilang dengan sia-sia, begitu pula dengan cerita sejarah kopi yang mungkin tak terlalu banyak orang tahu. Bahwasanya penikmat kopi saja yang mungkin punya cara tersendiri untuk mengenal kopi lebih dalam, mulai dari sejarah sampai sekarang.
Pada masa penjajahan,kopi di indonesia oleh penduduk setempat kala itu hanya di anggap sebagai tanaman biasa yang tumbuh di hutan. Sebenarnya sejarah mencatat jauh sebelum bangsa Belanda datang, pohon kopi sudah tertanam subur di Indonesia. Kopi Indonesia sendiri dibawa oleh para Musafir Muslim dari timur tengah pada awal abad ke-7 Masehi. Diperkirakan kopi sudah tumbuh pertama kalinya pada awal abad ke-10 atau kurang dari 600 tahun sebelum belanda datang ke Indonesia. Sama halnya dengan data yang dipublikasikan oleh liputan6.com pada selasa 01 November 2016.
Pada saat itu seorang ilmuan yang bernama Zwardecroon mengetahui kualitas kopi di nusantara sangat bagus, ilmuan di bidang pertanian yang berasal dari belanda ini membawa bibit kopi ke belanda untuk ditanam. Hingga pada tahun 1701 kopi itu telah di teliti di laboratorium Amsterdam dan menyebar ke seluruh dunia pada tahun 1714, karena struktur tanah serta iklim yang tidak cocok untuk menanam kopi Jawa akhirnya kopi ini dibawa kembali ke tanah air Nusantara.
Ketika sore mulai datang, kala itu orang tua yang biasa di panggil mbah Mahmud (78) sedang duduk diteras rumahnya, ia menceritakantentangpenyebaran kopi di nusantara salah satunya yaitu kopi dampit. Tidak hanya Meninggalkan cerita yang pahit, Belanda juga meninggalkan kenangan berbersejarah yang digunakan oleh masyarakat seperti pembangunan pabrik kopi di kecamatan Dampit pada Tahun 1920 tepatnya di desa Tretes Panggung, sekarang dikenal dengan desa Baturetno. Tak Hanya itu saja Kolonial Belanda juga mendirikan pabrik di beberapa desa seperti desa Bumirejo dan Tirtoyudo (kalibakar).
Pada saat itu semua perkebunan kopi dibawa kuasa pemerintah kolonial Belanda. Tak hayalnya warga pribumi setempat hanya sebagai buruh tani dan pekerja pabrik. Jenis Kopi yang dibawa pertama kali pada saat itu yaitu kopi robusta jenis TP 21. Selama 22 tahun tempat ini dijajah, kemudian bangsa Jepang masuk dan mengalahkan kolonial Belanda, dan menguasai semua pabrik milik belanda meskipun tidak bertahan lama.
Dua tahun kemudian sesudah bangsa Indonesia merdeka, tepat pada tahun 1948 pribumi berhasil mengalahkan jepang sehingga lndonesia berhasil merebut pabrik kopi milik belanda. Kemudian semua bangunan milik Belanda di bakar supaya kolonial Belanda tidak datang lagi ke Indonesia kecuali pabrik kopi yang berada di Bumirejo dan Kalibakar. Kejadian ini betepatan dengan malang lautan api.
Setelah peristiwa itu semua pabrik kopi dan perkebunan dipegang oleh pemerintah Indonesia. Tak berselang lama pabrik yang dulunya kopi diubah menjadi pabrik coklat(kakao).
Bukan hanya pabrik saja tapi perkebunan pun diubah menjadi coklat. Tak lama kemudian masyarakat sekitar menuntut agar perkebunan dikembalikan kepada rakyat, karena sejak Jepang dikalahkan, pabrik dikelola oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Karena tidak adanya tanggapan dari pemerintah akhirnya rakyat mencabut semua tanaman coklat sehingga pabrik tidak berfungsi lagi karena tidak ada hasil tanaman coklat.
Setelah peristiwa itu perkebunan diserahkan kepada rakyat untuk dikelola tapi tidak menjadi hak milik hanya hak pakai. Akhirnya rakyat sendirilah yang menanam dan memproduksi kopi robusta. Namun karena pabrik yang sudah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda sudah tidak berfungsi lagi maka dari itu kopi yang ditanam diproduksi secara manual.Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat sudah mulai menggunakan alat yang lebih modern walaupun hasil modifikasi sendiri. Tapi dengan alat seperti itulah masyarakat terbantu. Sehingga menghasilkan kopi yang berkualitas dan terkenal sampai ke Mancanegara. (Mutis-Ulum/HMJF)