Mengupas Tradisi Selamatan di Gunung Kawi
Tradisi Selamatan atau kegiatan doa bersama atas rasa syukur merupakan tradisi yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia, terutama umat yang beragama islam. Namun di Desa Wonosari, Lereng Gunung Kawi terdapat tradisi Selamatan yang sudah terkenal hingga mancanegara. Tradisi ini pula telah menjadi wisata religi di wilayah Kabupaten Malang karena telah menarik banyak wisatawan dan dapat memajukan ekonomi masyarakat disekitarnya. (13/10)
Lereng Gunung kawi merupakan tempat yang cocok untuk melakukan tradisi selamatan, karena terdapat makam Eyang Djugo dan Raden Mas Imam Sudjono, mereka adalah penyebar agama islam di wilayah Gunung kawi. “Dulu itu sebenarnya tidak ada adat selamatan di Gunung kawi, tetapi karena keinginan pengunjung yang ingin membuat selamatan disini, maka mulai diadakan selamatan sebagai bentuk ucapan rasa syukur hingga sekarang ini,” tutur Hung Supriung (52) salah satu warga di Desa Wonosari.
Selamatan pada umumnya dilakukan pada Jumat Pon, Jumat legi dan Senin Pahing. Namun, dapat juga dilakukan di hari biasa. Untuk pengunjung yang ingin melakukan selamatan dengan tambahan tumpeng, disana sudah disediakan tempat untuk membeli tumpeng. Harga tumpeng bermacam-macam mulai dari delapan puluh ribu sampai satu juta, tergantung menu yang diminta. Menu yang disediakan yaitu bermacam-macam mulai dari ayam, kambing dan sapi.
Suparman (53) selaku karyawan Bagian Informasi di Pesarehan menyatakan bahwa, “banyak hal yang harus dipersiapkan untuk melakukan selamatan yaitu kita harus dalam keadaan yang suci atau bersih, lalu untuk pembelian bunga untuk penyekaran dan tumpeng tidak bersifat wajib namun dianjurkan. Dilanjutkan dengan acara ziarah atau kunjungan ke makam Eyang Djugo atau R.M. Imam Sudjono yang dipimpin oleh juru kunci makam. Setelah itu memanjatkan doa sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing,” ungkapnya.
Selametan ini dapat dilakukan oleh berbagai kalangan. Maka, tidak sedikit pula masyarakat luar kota bahkan luar negeri yang tertarik untuk melakukan kegiatan ini dengan harapan kesejahteraan bagi kehidupan mereka. “Dulu itu pernah ada dua orang Amerika yang melakukan selamatan atas kelahiran anak mereka dengan menyewa jasa pagelaran wayang,” ujar Yamin (67) selaku pengurus pagelaran wayang istigondho bagian perawatan peralatan wayang.
Banyaknya pengunjung yang datang, membuat beragamnya pandangan-pandangan mengenai kegiatan selamatan ini. Seperti Sutekno (60) dan Sirum (50) pasangan suami Istri dari Blitar yang melakukan selamatan. Pasutri yang telah melakukan selamatan secara rutin setiap tahun ini memandang bahwa, kegiatan ini adalah wujud dari rasa syukur atas kenikmatan yang telah mereka terima. Ini pula merupakan kepercayaan mereka sebagai masyarakat Jawa. Hal ini juga dipaparkan oleh Renaldi (60) “inti dari wisata religi ini adalah berdoa menurut keyakinan kita masing masing, tak penting apa agamamu, dari mana asalmu, apa tujuanmu. Ini pula menjadi perwujudan nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia,” ucap pria asal dari Jambi yang datang untuk mengantar istrinya melakukan selamatan atas rezeki yang sudah diterima.
Meskipun respon yang baik bermunculan, namun masih ada pula masyarakat yang salah dalam mengartikan kegiatan selamatan ini. Karena itu, Suparman berharap agar pengunjung dapat terus mengikuti prosesi selamatan dan menaati setiap peraturan yang sudah dibentuk agar tidak ada yang menyimpang dari ajaran agama. Hal itu akan sedikit demi sedikit mengurangi pandangan masyarakat bahwa Pesarean Gunung Kawi adalah tempat mencari pesugian, sehingga budaya yang ada tetap dilestarikan dan dapat menambah perekonomian warga sekitar pesarehan. (ALFRIZAL/FIFIT_HMJF)