KARYA JURNALISTIK HUNTING BESAR 2015 “HIKAYAT TANAH GARAM”

PENGHASILAN RENDAH, PENDIDIKAN TERANCAM

HMJF – Apa yang terbersit dalam pikiran anda tentang buruh? Pesuruh, bawahan di pabrik – pabrik maupun perusahaan besar dan kecil. Ternyata tak hanya itu, petani juga memiliki buruh. Masalah yang dihadapi juga memiliki kesamaan, yaitu gaji yang dirasa kurang. Salah satunya, petani garam yang ada di Sampang, Madura.
Tambak garam di Sampang dimiliki oleh PT Garam serta lahan milik pribadi, dengan upah buruh Rp. 350,-/kg. Rata – rata penghasilan buruh perminggu sebesar Rp. 70.000,- hingga Rp. 100.000,-.Dengan kenyataan tersebut, apa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satu keluarga ditengah harga rupiah melonjak? Tentu saja tidak. Mereka hanya bisa pasrah dalam menghadapi permasalahan tersebut, karena tak memiliki skill selain menjadi buruh garam.

Seperti yang dituturkan oleh Subaidi (56), salah satu buruh petani garam dilahan pribadi milik masyarakat setempat. Ia harus menghidupi dua orang anaknya yang masih bersekolah di SD dan SMP bersama dengan istrinya. “Penghasilan saya seminggu sebesar Rp. 70.000,-, jadi kalo ditotal ya sekitar Rp. 280.000,- sebulannya.” Menurut pria asal dusun Plasa desa Pengarengan ini, dengan penghasilan yang rendah tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari, akan tetapi untuk memenuhi kebutuhan sekolah kadang kurang. Kekurangan tersebut dapat ditutupi dengan pinjaman dari tetangga.

Selain itu, anak dari petani garampun ikut membantu orang tuanya dengan cara menjadi pengangkut garam. Biasanya pekerjaan itu dilakukan setelah mereka pulang dari sekolah dengan berjalan kaki. Walaupun demikian, minat belajar mereka tetap tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh fitri (10), cita – cita ku ingin jadi dokter.
Nasib anak buruh petani garampun semakin memprihatinkan. Rata – rata pendidikan mereka hanya sampai SMP, selanjutnya mereka meneruskan pekerjaan orang tuanya. Tak hanya masalah tersebut saja yang dihadapi, sekolah yang tidak tetappun sudah biasa mereka alami. “Saya sekolah pindah – pindah, tergantung orang tua saya bekerja didaerah mana,” ujar Silfiana (11) yang duduk di kelas empat SD tersebut.

Tak berbeda jauh dengan buruh petani sebelumnya, Sahani (40) mendapatkan penghasilan sebesar Rp 575.000,- perbulannya dengan menghidupi dua orang anak yang masih bersekolah di SD. Wanita asal Tlangu, Sumenep ini juga merasa kurang dengan penghasilannya yang tidak seberapa. “Saya mengharapkan pekerjaan yang lebih layak dari pada ini, tapi saya juga takut mau cari pekerjaan lain karena sudah dikontrak.” (Desy/HMJF)

About the Author: hmjfunikama

HMJF merupakan salah satu UKM yang ada di Universitas Kanjuruhan Malang. Berdiri sejak 10 Juni 1989. HMJF berkecimpung dibidang Fotografi dan Jurnalistik. Sebuah tempat untuk membentuk karkater, kepribadian dan pengembangan bakat, minat, serta kreativitas.

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *