Legenda R.M Iman Soedjono sang Pendiri Padepokan
Pesarehan Gunung Kawi tepatnya desa Wonosari kabupaten Malang ini kian ramai dikunjungi oleh para wisatawan yang berasal dari berbagai daerah mulai dari dalam sampai luar negeri. Pengunjung sendiri memiliki tujuan yang berbeda-beda seperti mengunjungi tempat ramalan dan berziarah ke makam R.M Iman Soedjono dan Eyang Jugo. (13/10)
Para warga sekitar dan para pelancong yang datang percaya bahwa pesarehan gunung Kawi tidak hanya sebagai tempat wisata, tetapi juga sebagai tempat ritual. Setiap jumat legi pada bulan suro, warga sekitar desa Wonosari selalu mengadakan suatu kegiatan ritual yang disebut dengan suroan. “Ritual suroan ini dilakukan dengan tujuan untuk menghormati sosok R.M Iman Soedjono orang terpercaya dari Pangeran Diponegoro,” ujar Sugiranto (72) selaku pengurus Ciamsi.
Menurut Turi (50) selaku penjaga padepokan bahwa R.M Iman Soedjono merupakan seorang keturunan dari Sultan Hamengku Buwono I yang bertepatan di Jogja. R.M Iman Soedjono jugalah yang menjadi pelopor terbentuknya laskar untuk mengusir para penjajah pada jaman Belanda. Laskar ini di bentuk untuk mempersatukan tenaga para umat muslim untuk bangkit dan berjuang bersama melawan para kolonial.
Namun, tak lama setelah perlawanan itu “R.M Iman Soedjono wafat tepatnya pada hari rabu kliwon tanggal 12 suro tahun 1805,” ungkap Hari Prihatin Aji (46) selaku penjaga ciamsi. Jasad R. M. Iman Soedjono dimakamkan di tempat yang sekarang ini dikenal dengan nama pendopo pesarehan gunung Kawi. “Alasan dimakamkan lereng gunung Kawi karena sesuai dengan amanahnya sebelum wafat yaitu ingin dimakankan disebelah makam Eyang Jugo yang juga sebagai orang terpercaya dari Pangeran Diponegoro,” Lanjut pria berkumis ini.
R.M Iman Soedjono juga mempunyai sebuah padepokan yang didirikan pada tahun 1985. Tempat ini juga dijadikan sebagai salah satu wisata di Pesarehan gunung Kawi. Di dalam lingkungan padepokan terdapat sebuah tempat penyimpanan air suci yang dianggap dapat memberikan berkah bagi warga desa Wonosari. Tempat ini juga terdapat sebuah bangunan bercorak Hindu yang dapat digunakan sebagai tempat berdoa.
Seiring berjalannya waktu, ziarah kubur ini berkembang menjadi upacara ziarah kubur sekaligus meminta berkah. Sekarang lebih banyak masyarakat Tionghoa yang datang berziarah dari pada masyarakat Jawa sendiri. Bahkan, dalam hari raya keagamaan jumlah masyarakat Tionghoa lebih banyak dibanding masyarakat Jawa yang datang untuk berziarah. Keikutsertaan warga Tionghoa dalam peziarahan di gunung kawi, dimulai dari salah seorang beragama Tionghoa yang sempat diobati oleh Iman Soedjono berkat air suci wasiat peninggalan Eyang Djoego. (FIAN_HMJF)