Berpegang pada keyakinan perubahan harus dilakukan sendiri, hal ini lah yang menjadi pedoman seorang Chondro Pramono.Ia bersama pemuda Gang Tato RT.04 RW 02, Desa Kemantren, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang berusaha mengubah nasib mereka sendiri. Sebuah perkampungan yang mempresentasikan warganya yang terkenal nakal turun temurun. Mereka berniat mewariskan hal berbeda kepada generasi dibawahnya, dan memulai dengan mengajak anak-anak untuk gemar membaca.
Kiprahnya, bermula dari obrolan ringan Chondro dengan beberapa teman sejawatnya seperti Febri Firmansyah atau yang akrab dipanggil Lukas, Suparman, M.Suprianto (Kampret), Khoirul Anam, dan beberapa pemuda lainnya. Mereka ingin merubah citra buruk kampungnya, selama ini kampung mereka terkenal dengan para pemabuk, penjudi sabung ayam, dan hobby merajah tubuh (tato). “Dari kenakalan kami yang turun temurun itulah, maka warga sekitar kampung kami memberikan sebutan Gang Tato. Apalagi warganya rata-rata bertato mulai dari yang muda sampai yang tua. Makanya tak afdhol jika menjadi warga digang ini, jika tidak bertato pada waktu itu”, ujar Chondro mengisahkan sejarah Gang Tato kepada Tim Swarahasta HMJF.
Di gang yang dihuni oleh 45 kepala keluarga ini, dulunya kebiasaan pemuda disini sering menghabiskan waktu dengan menenggak minuman keras dan merajah tubuhnya dengan tato. Tato tidak dikerjakan tenaga profesional, mereka hanya belajar otodidak. Chondro merajah hampir seluruh tubuhnya dengan tato karena pergaulan bebas dilingkungan sekitarnya serta menirukakak-kakaknya yang lebih dulu bertato. Gara-gara dianggap nakal itulah dia kesulitan bergaul dengan anak-anak yang baik dan dipandang sebelah mata. Sehingga,Chondro dulu tidak pernah punya teman yang baik untuk merubah perilaku buruknya. Saat orangtua temannya bertanya asal kampungnya, raut muka mereka langsung berubah. “Ujung-ujungnya kami tidak diizinkan berteman. Kami juga tidak bisa melamar pekerjaan formal. Mana ada tempat kerja yang mau menerima anak bertato”, ujar Chondro tertawa. “Kenakalan ini diwariskan turun-temurun. Sampai kapan akan terus begini ? ”,sambungnya. Chondro tidak ingin mewariskan sesuatu yang buruk bagi adik-adiknya,serta ingin memutus mata rantai kenakalan.
Namun berkat kampanye dan program yang diinisiasi oleh Chondro, sekarang yang dapat dilihat di Gang Tato hanya remaja dan anak-anak asik bermain egrang. Tidak hanya itu, bahkan digang ini terdapat sebuah rumah yang memang dikhususkan untuk menaruh buku bacaan untuk anak-anak sekitar. “Sebenarnya sasaran kami adalah anak-anak sini. Kami tidak ingin mereka mengikuti kenakalan seniornya”,ujar pria berperawakan pendek ini. Hal tersebut Chondro wujudkan dengan cara membuatkan sebuah gubuk baca disebuah lahan milik Lukas yang berukuran 2×6 m sejak Agustus 2016 silam.
Berubah
Walaupun niat Chondro dan teman-temannya ini baik, dengan niat mengubah citra buruk kampungnya, namun banyak rintangan yang harus dilalui. Kontra dari masyarakat terjadi diawal berdirinya gubuk baca ini. Apalagi himbauan mereka kepada masyarakat agar tidak mabuk didepan anak-anak, seakan tidak pernah digubris. “Beberapa warga sempat menolak. Mungkin karena latar belakang warga digang kami yang mayoritas berpendidikan rendah, maka mereka seolah tidak mau menerima perubahan ini”, ucapnya. Tidak hanya itu saja, beberapa warga awalnya juga tidak mengizinkan anak-anaknya bermain digubuk baca.”Mungkin mereka belum mengerti pentingnya membaca. Bahkan beberapa ibu, sempat memarahi anaknya lantaran sering bermain ditaman baca”, jelasnya.
Namun hal tersebut tidaklah menghentikan langkah seorang pria lulusan SMP ini, ia selalu memberikan semangat kepada teman sejawatnya untuk membawa perubahan bagi kampungnya. Meski pendidikan Chondro tidak terlalu tinggi, dia tetap berkeinginan untuk menggerakkan sumberdaya yang ada, serta melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk berubah.Chondro dan teman sejawatnya lalu mencari informasi bagaimana agar bisa bangkit. Dimulai dari duduk berkumpul dengan Komunitas Jabung Bersatu, dan beberapa komunitas lain di media sosial.
Bak gayung bersambut, akhirnya mereka berkenalan dengan Fachrul Alamsyah (cak Irul), penggagas Gubuk Baca Lentera Negeri (GBLN) ke kakampung itu. GBLN merupakan komunitas baca bagi anak-anak Kecamatan Jabung. Irul masuk ke Gang Tato mulai Mei 2016. Ia mengawali langkah dengan membuka pustaka keliling, menyasar anak-anak sekolah agar gemar membaca. Awalnya pustaka keliling dilakukan diteras rumah warga lainnya. Sampai memasuki Agustus 2016, para pemuda yang dikomandoi Chondro bergotong royong membangun sebuah Gubuk Baca yang ada sekarang. “Sejak awal saya hanya ingin membantu masyarakat Gang Tato. Saya ajak mereka bermain dan membaca. Lama-lama, orang tua dan keluarga mereka mendukung. Disini,kami belajar bersama untuk menjadi lebih baik”,tutur Cak Irul saat ditemui di GBLN.
Diawal berdirinya gubuk baca ini, hanya beberapa buku saja koleksinya. Itupun berasal dari GBLN.”Setelah banyak yang tahu di Gang Tato ada gubuk baca, banyak pihak yang menyumbangkan buku mulai dari komunitas pustakawan mahasiswa sampai perseorangan. Hingga saat ini Gubuk Baca Gang Tato terus didukung oleh beberapa komunitas sosial. Mulai dari mendapatkan donasi buku, memperluas jaringan,bahkan mengadakan aneka pelatihan kerajinan tangan. Hal ini juga mendapat respon positif dariKetua RT.04Kematren, Saad(50), dia mengatakan warga disini sangat kompak. Tidak ada konflik seperti yang dibayangkan orang. Semua bersatu untuk bangkit bersama-sama menjadi lebih baik. Nilai sekolah anak-anak juga terus membaik. Tidak hanya itu Bupati Malang Rendra Kresna juga sangat mengapresiasi perubahan yang terjadi di Gang Tato. “Gubuk baca Gang tato bisa memotivasi kampung lain untuk melakukan gerakan serupa”, tutur Chondro saat pemuda Gang Tato diundang ke Universtias Merdeka Malang. Kini,mahasiswa pun mulai berdatangan untuk Kuliah Kerja Nyata(KKN) atau sekedar melakukan penelitian disini.
Semangat pemuda Gang Tato juga menular ke adik dan anaknya. Setiap Jumat dan Minggu, mereka mengangkut buku bacaan dari Gubuk Baca Gang Tato dengan menggunakan truk mini. Miniatur itu ditarik kekampung sebelah dengan semangat yang tinggi untuk berbagi ilmu. Mereka paham, berjuang harus bersama-sama untuk masa depan yang lebih baik. Dampaknya pergerakan perubahan di Gang Tato telah mempengaruhi pemuda desa lain untuk membangun gubuk baca.Chondro bersyukur, kini kebiasaan masyarakat Gang Tato berubah menjadi lebih baik. Kedepannya,Stigma buruk akan warga Gang Tato yang melekat pada masyarakat,berangsur-angsur hilang. “Awalnya kami cuma ingin mengubah sikap,perilaku dan kebiasaan buruk kami selama ini. Kami cuma ingin menjadi lebih baik dari diri kami yang dulu, bukan ingin lebih baik dari orang lain”, tandas pria yang kesehariannya bekerja sebagai peternak ayam ini. (Ipang/HMJF)