Tolereansi Antar Umat Beragama – Melky “Ceritoku”

TOLERANSI  ANTAR  UMAT  BERAGAMA

Manusia  tercipta sebagai  makhluk  individu sekaligus  sebagai  makhluk   sosial.  Sebagai  makhluk  sosial  manusia  diwajibkan  mampu  berinteraksi  dengan  individu atau manusia  lain  dalam  rangka  memenuhi  kebutuhan. Dalam  menjalani  kehidupan  sosial  dalam  masyarakat,  seorang  individu  akan  dihadapkan  dengan  berbagai kelompok  yang  berbeda  salah  satunya  adalah  perbedaan  kepercayaan  atau  agama. (14/10)

Foto by Marieta/HMJF

Seperti  kehidupan  di desa  Wonosari yang  menjunjung  tinggi  rasa  solidaritas Nendy  (61)  warga warga asli  Gunung  Kawi  ini  menyatakan  bahwa, “kami  saling  mengerti  antar  tiga  pemeluk  agama  yakni  Islam, Kristen  dan  Hindu, menurut  saya  berbeda  keyakinan bukan berarti  tidak  rukun, “terangnya.  Pemeluk  tiga  agama  tersebut  hidup  harmonis  sejak ratusan  tahun  silam  hingga  sekarang dan budaya tersebut tetap dilestarikan.

“Pokoknya harus saling  menghormati  dan  bergotong royong  bersama, pasti tiga  pemeluk  agama  ini tidak  akan  goyah  sehingga bisa saling  menghormati  kebebasan  menjalankan  ibadah  sesuai  agama  dan  kepercayaan  masing-masing, serta tidak memaksakan dari  satu  agama  kepada  agama  lain,” tutur  pria  yang mempunyai tiga anak ini.  Selain itu sikap toleransi juga diterapkan pada saat  hari besar  kristen pada 25 Desember,  hari raya Idul Fitri dan hari raya Nyepi. Dengan  sikap  saling  menghormati maka akan  terbina  kehidupan  masyarakat  yang  rukun,  tertib  dan  damai.

Anto (45) salah satu warga di masjid  Baiturhoman juga menyatakan bahwa, tradisi tersebut  terbangun  secara  turun  temurun  dan  sudah  menjadi kebiasaan.  Pergaulan  di  lereng gunung  kawi  juga  indah,  berbagai  komunitas  ada,  bisa  tinggal  bersama kristen, muslim dan hindu dalam keseharian. Komunitas  islam, Kristen  dan  hindu, hidup dengan  damai. Hal ini  patut   kita  syukuri dan  sesuatu  yang  menggembirakan  dan  menyenangkan bisa kita dapat  dalam   hidup  keseharian  di lereng  gunung  kawi.

Hidup yang nyaman dengan sesama manusia menjadi hal yang diinginkan banyak orang. Ady  (55)  salah  satu  seorang pengunjung  mengungkapkan bahwa,  “berbeda  agama  bukan  berarti  tidak  bisa  hidup  bersama-sama, karena  kebersamaan  merupakan  sebuah  kekuatan sehingga harus  terus mempertahankan kebersamaan itu,”  ujar pria asal  Solo Jawa  Tengah.

Sudah  saatnya  bukan  perbedaan  lagi  yang dicari  atau  yang dibicarakan,  tetapi  persamaanlah  yang  seharusnya,  karena  dari  kesusahanlah  hidup  ini  akan  saling  menghormati,  menghargai  dan  selaras. Melalui  persamaan  dapat menjalin  persaudaraan  dan  mempererat  dengan  begitu  akan  tercipta  kerukunan  dengan  sendirinya. Harapan juga disampaikan oleh Sriyati (60), “hendaknya  toleransi  antar  umat  beragama   disikapi  dengan  sebaik-baiknya  dan  tidak  mengikuti  kabar  yang  beredar  tanpa  mengetahui kebenarannya,” tegas perempuan yang mempunyai toko hiasan di area pesarehan. (MELKY_HMJF)

About the Author: hmjfunikama

HMJF merupakan salah satu UKM yang ada di Universitas Kanjuruhan Malang. Berdiri sejak 10 Juni 1989. HMJF berkecimpung dibidang Fotografi dan Jurnalistik. Sebuah tempat untuk membentuk karkater, kepribadian dan pengembangan bakat, minat, serta kreativitas.

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *