Bumi Manusia : Romansa Jendela Masa Lalu

Penulis : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit              : Lentera Dispantara

Tahun Terbit      : 2005 (Edisi Indonesia)

Halaman              : 535 halaman

ISBN                      : 979-97312-3-2

Tetralogi buru karya sastrawan legendaris ini ditulis ketika Pram masih meringkuk di pengasingan kerja paksa tanpa proses hukum pengadilan di Pulau Buru, 1975. Pertama kali naskah ini diterbitkan pada tahun 1980 edisi Indonesia. Namun, peredarannya sempat dilarang pada April 1981 oleh Jaksa Agung.  Hadirnya buku roman sejarah ini memberi bacaan alternatif kepada kita untuk melihat jalan dan gelombang sejarah secara lain dari sisi yang berbeda. Mulai dari perjuangan keadilan, kebenaran, cinta, sampai hak asasi.

Bumi manusia adalah sebuah buku yang menceritakan perjuangan seorang pemuda pribumi bernama Minke. Ia berdarah priyayi atau ketu-runan ningrat yang bersekolah di H.B.S (Hogore Burger School), sekolah bagi orang Eropa (totok) atau Indo (campuran), dan pribumi yang dijamin oleh sebuah kedudukan tinggi. Namun, Minke tidak pernah mau mengakui jaminan bahwa dirinya seorang anak bupati. Ia selalu memperkenalkan dirinya sebagai Minke, pemuda pribumi biasa tanpa nama keluarga. Minke dikenal sebagai seorang pemuda yang cerdas karena ia sudah mampu membaca, menulis dan berbicara dalam Bahasa Belanda sebanding dengan mereka yang berdarah Eropa. Bahkan dia mendobrak paradigma bahwa pribumi itu harus selalu menyembah kepada Belanda, harus mau diatur dan diam saat diambil haknya.

Semua berawal saat suatu hari Robert Surhorf (teman sekaligus lawan di sekolahnya) membawa Minke berkunjung ke sebuah rumah yang sangat  megah kediaman keluarga Herman Mellema (seorang Belanda kaya raya yang terkenal). Disana ia bertemu dengan Robert Mellema teman Robert Surhorf, seorang pemuda keturanan Indo-Eropa yang bertatapan tajam, dan juga adiknya Annelies Mellema seorang gadis yang sangat cantik.

Selain itu, Minke juga diper-temukan dengan ibu dari Robert dan Annelies, yaitu Nyai Ontosoroh. Pada masa kolonial Belanda Panggilan Nyai berarti gundik atau simpanan orang Eropa, tidak dinikahi secara hukum, tetapi tinggal serumah. Itulah yang mem-buatnya tidak memiliki hak atas anak yang ia kandung dan besarkan sendiri. Nyai ini hidup dalam stereotip masya-rakat seumur hidupnya karena gelar nyai yang dikantonginya. Kepandaian seorang Nyai Ontosoroh dalam bertutur kata, serta keberanian dan kerja kerasnya membuat Minke menjadi sangat takjub. Ia memang seorang gundik, tapi bukan gundik yang bodoh. Dia mengerti ilmu pengetahuan, hukum, dan bisnis.

Akibat dari kunjungan Minke ke rumah keluarga Herman Mellema, Ia berkenalan dengan putri bungsu kelu-arga itu, dan jatuh hati kepadanya. Ia menyukai semua tentang Annelies. wajah cantiknya, sifat manja dan pekerja keras, serta keinginanya menjadi pribumi se-perti ibunya. Tak hanya itu kehadiran Minke sangat disukai oleh Nyai Onto-soroh, bahkan sering memintanya untuk berkunjung dan tinggal di istananya itu.

Namun, Kebahagiaan tak ber-langsung lama hingga datanglah seorang Belanda bernama Maurits Mellema. Dia mengaku sebagai anak sah dari Herman Mellema di Netherland. Dia meminta seluruh hak dan kekayaan ayahnya yang membuat ayahnya frustasi dan lari ke minuman keras sampai mati. Sejak kematian sang suami, segala urusan perusahan dikerjakan oleh Nyai Ontosoroh dan putrinya, Annelies. Kepulangannya dari kediaman Mellena, Minke jadi terbayang-bayang dengan gadis yang telah mencuri hatinya itu, ia juga terbayang perkataan nyai yang mengharapkan Minke bisa sering berkunjung bahkan tinggal di rumah mereka.

Dalam buku ini juga Bung Pram menggambarkan adegan antara Minke dan keluarga yang sangat sentimental. Dimana ia dinilai telah meningalkan budaya jawa, Minke juga akhirnya menikah dengan Annelis. Namun, kembali lagi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.

Gaya penulisannya membuat kita seperti berada pada masa itu, dan menyaksikan secara langsung kejadian yang terjadi. Selain itu, bung Pram seakan mengajak kita untuk berpikir dan merasakan bagaimana keadaan Indonesia pada awal abad ke-20. Zaman dimana Indonesia masih berada dalam pemerintahan Belanda, pribumi sama sekali tidak ada harganya, bukan seperti manusia dan sama sekali tidak dipandang. Konfliknya yang digam-barkan sesuai dengan kondisi saat itu. Alur ceritanya juga menarik untuk diikuti. Semua cerita terbalut dengan apik dan detail dalam kisah ini. Bumi manusia memiliki gaya bahasa yang tinggi, sehingga memicu pembaca agar berpikir yang tinggi dalam setiap cerita yang dituangkan dalam paragrafnya.

About the Author: hmjfunikama

HMJF merupakan salah satu UKM yang ada di Universitas Kanjuruhan Malang. Berdiri sejak 10 Juni 1989. HMJF berkecimpung dibidang Fotografi dan Jurnalistik. Sebuah tempat untuk membentuk karkater, kepribadian dan pengembangan bakat, minat, serta kreativitas.

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *