PENYALAHGUNAAN IMPOR, HARGA GARAM LOKAL HANCUR
SAMPANG- Kebijakan impor garam yang diterapkan Kementerian Perdagangan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2012 mengenai Ketentuan Impor Garam yang tidak boleh masuk saat satu bulan sebelum dan dua bulan sesudah panen. Pasalnya, pengimporan dilakukan saat panen garam, sehingga hal tersebut berdampak pada hancurnya harga garam rakyat.
Kehancuran harga garam tersebut dikeluhkan oleh para petani garam. Nuraziz Setiawan (32), petani garam asal Desa Pangarengan menuturkan bahwa harga garam di tingkat petani saat ini hancur-hancuran, hanya Rp. 350,- per kilogram. Harga tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahwa PT Garam harus membeli garam rakyat untuk KW 1 seharga Rp. 750 per kg, dan untuk KW 2 seharga Rp. 550 per kg.
Akibat turunya harga garam rakyat tersebut, Rabu (19/8) silam puluhan petani garam asal Madura berbondong-bondong melakukan aksi unjuk rasa di gedung Kementerian Perindustrian untuk mendesak pemerintah agar segera menghentikan impor garam yang mulai mencekik para petani garam. “Rabu kemarin beberapa warga kami mengikuti demo, karena pemerintah melakukan impor pas masa panen raya tiba. Sebenarnya tidak ada masalah jika perusahaan melakukan impor, asalkan mereka sudah melakukan penyerapan garam rakyat,” ujar Mochamad Aksan (42), Lurah Desa Pengarengan yang juga sekaligus supplier garam (22/8).
Pengimporan garam memang dilandasi atas dasar jumlah kebutuhan garam yang begitu tinggi dan tak sepadan dengan produksi garam yang dihasilkan. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kebutuhan garam nasional saat ini sebanyak 4,019 juta ton yang terdiri atas 2,054 juta ton garam industri dan 1,965 juta ton garam konsumsi. Produksi garam nasionalnya sendiri 2,553 juta ton garam rakyat dan 350 ribu ton garam dari PT Garam. Dilihat dari data tersebut, Indonesia hanya bisa memenuhi kebutuhan garam sebesar 2,903 juta ton, dan mengalami kekurangan sebesar 1,116 juta ton. Untuk memenuhi kekurangan tersebut, maka dilakukan impor garam. Namun pada kenyataannya impor garam yang dilakukan telah melampaui kebutuhan industri. Dilansir oleh www.cnnindonesia.com pada Selasa (11/8), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa rata-rata kebutuhan garam impor untuk industri seharusnya bisa ditekan kisaran 1,1 juta ton per tahun. Pasalnya, kendati impor tahun lalu mencapai 2,2 juta ton, pihaknya bisa mengupayakan untuk memproduksi sendiri sekitar 1,1 juta ton.
Selain itu, pengimporan yang dilakukan pemerintah ada celahnya. Pasalnya, beberapa oknum juga turut andil bermain dalam impor garam ini disinyalir menjadi salah satu penyebab adanya penyalahgunaan impor. “Berdasarkan informasi yang saya dapat, pada tahun sebelumnya impor itu harus melalui satu pintu, yaitu PT. Garam. Tahun 2015 berubah lagi dan disalahgunakan, sekarang aneka pangan juga melakukan impor. Seharusnya garam impor dari Australi itu untuk industri bukan untuk garam konsumsi,” ungkap Syaiful Ulum (42), supplier sekaligus mitra PT. Garam.
Besarnya angka impor di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan pusat data dan informasi Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) pada Desember 2014 yang dilansir oleh situs berita dan informasi lingkungan www.mongabay.co.id pada Senin (12/1), mencatat jumlah impor garam dibandingkan dengan produksi nasional lebih dari 80 persen sejak tahun 2010. Besarnya angka tersebut disebabkan oleh: (1) pengelolaan garam nasional yang terbagi ke dalam 3 kementerian (Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan) beda kewenangan dan tanpa koordinasi; (2) pemberdayaan garam rakyat tidak dimulai dari hulu (tambak, modal, dan teknologi) hingga hilir (pengolahan, pengemasan, dan pemasaran); dan (3) lemahnya sinergi pemangku kebijakan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat dengan masyarakat petambak garam skala kecil.
Dalam mengatasi problematika impor dan anjloknya harga garam, baru-baru ini PT Garam mendapat suntikan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah sebesar 300 miliar. Dana sebesar 222 miliar dialokasikan untuk menyerap 400 ribu ton garam rakyat, 68 miliar untuk membangun pabrik garam olahan di Camplong, Kabupaten Sampang, dan 7 miliar untuk persiapan pengembangan lahan di Nusa Tenggara Timur. Sisanya, 3 miliar untuk aplikasi teknologi geomembran di on farm PT. Garam. Namun hingga kini dana tersebut belum juga terealisasikan. Dana sebesar 300 miliar itu sudah ada tapi belum bisa diambil, sehingga program-program yang direncanakan belum bisa dilaksanakan,”ujar Thomy (32) selaku Kepala Seksi (Kasi) Kristalisasi PT. Garam.
Dengan adanya suntikan dana tersebut, para petani garam berharap agar program-program yang diajukan PT. Garam dapat segera terealisasikan. Pasalnya, dengan adanya program-program tersebut produksi garam akan membaik dan juga akan berpengaruh pada stabilitas harga garam.” Ya kami harap dananya segera cair, sehingga harga garam yang diberikan oleh PT. Garam juga stabil, karena para petani garam mengikuti dan menyesuaikan hargabeli yang dialkukan oleh PT. Garam,” imbuh pria berbadan besar yang menjabat sebagai Lurah Desa Pengarengan. (Uly^HMJF)